Iseng nulis cerpen nih, dibaca ya syukur. enggak juga gpp deh. maaf gak layak baca, maaf kalo ada salah ketik. maaf jg kalo jelek, aku gak bisa nulis, pokoknya serba
maaf deh :D
Oh ya, crita'y kan panjang, jd baca'y pas waktu kosong aja
yaa......bakal seru dah....hhihi.....
-------------------------------------------------------------------------
Kenangan indah tak luput saja hilang dari ingatan,
Kisah dari masa lalu yang kini datang kembali..
Agni sedang ada di toko buku. Ingin membeli sesuatu. Sepanjang
lorong di toko buku sudah ia terlusuri. Hingga Ia berhenti pada sebuah lemari
di salah satu lorongnya. Ia melihat buku berjudul “Belajar Sastra Yuk” karena
Agni suka dengan yang berbau-bau sastra ia pun tertarik dengan buku itu. Lalu
ia pun mengambilnya. Namun, saat ia mencoba mengambilnya, susah untuk ditarik.
Sepertinya di balik lemari yang sama ada seseorang yang menginginkan buku
tersebut.
“Maaf, mbak atau mas ini aku dulu.” Kata Agni. Menyebutkan mbak
atau mas karena wajah mereka wajah mereka terhalangi buku yang mereka
perebutkan. Jadi ia tidak tahu wujud seperti apa yang ia ajak bicaranya.
“Oh, gak bisa dong mba. Ini saya dulu.” Kata seseorang. Yang
ternyata cowok, terdengar dari suaranya.
“Yaudah deh. Ambil.” Agni pun pada akhirnya mengalah.
Diambilnya buku itu, ada sedikit celah untuk mereka ‘mengintip’.
“Agni ya!”
“Cakka ya!”
Teriak mereka serempak, sehingga beberapa pasang mata tertuju
pada mereka. Cakka pun menghampiri Agni dengan gaya cool-nya.
“Eh, ini buat lo aja deh,” Kata Cakka.
“Serius? Okay. Makasih bebek.” canda Agni sambil merebut buku
itu.
“Woo, dasar monyet lo!” Cakka tidak mau kalah.
“Sejak kapan lo suka sastra? Sampe-sampe ngedumel mau nih buku?”
Tanya Agni sambil mengangkat buku yang tadi mereka perebutkan.
“Suka? Gak sih. Tadi cuma iseng aja pengen belajar sastra. Emang
lo suka sastra ya?” sekarang giliran Cakka yang bertanya.
“Hmm iyaa, lagi suka nulis puisi.” Jawab Agni, lalu tersenyum.
“Ooh, eh lo masih tomboy juga ya.” Sindir Cakka.
“Ya dong, kan keren.” Agni jawab asal. Agni memang tomboy,
hobinya main basket dan bermain gitar. Menurutnya, cewek main gitar itu keren.
Mereka menyempatkan diri untuk ke sebuah café, untuk mengobrol
sejenak.
“Pesen apa lo?” Tanya Cakka saat sip pelayan menghampiri mereka.
“Milkshake Chocolate.” jawab Agni singkat.
“O.K, 1 milkshake chocolate sama Jus...” Cakka mikir.
“Paling juga alpokat,” sahut Agni.
“Nah, itu mba! Jus alpokat!” kata Cakka semangat. Pelayan pun
mengangguk.
“Gila lo ya Kka, masih demen aja minum jus alpokat. Apa enaknya
sih? Pantes aja lo sekarang tambah gendut.” sindir Agni.
“Heh, gue gendut juga tetep keren kok. Banyak yang ngejar-ngejar
gue.”
“Pede abiss..” gerutu Agni. Walaupun dalam hatinya mengiyakan.
“Tapi lo kok masih inget aja minuman favorit gue?” Cakka
basa-basi.
‘Iya lah Kka, gue tahu semua tentang lo! Dari dulu sampai
sekarang. Apapun itu.’ Jawab Agni dalam hati yang sudah pasti Cakka tidak bisa
mendengarnya.
Hening. Hening. Hening.
“Apa kabar lo? Kapan balik ke sini?” Tanya Agni mengabaikan
pertanyaan Cakka yang tadi.
“Baik. Kemarin.” Jawab Cakka singkat. “Kabar lo sendiri?” Cakka
balik tanya.
“Baik. Hee..” Agni nyengir. “Enak ya di Bali? Kok bisa sih balik
ke sini lagi?”
Pertanyaan Agni belum sempat Cakka jawab karena pelayan datang
mengantarkan pesanan mereka.
“Makasih mbak.” Kata Agni. Si pelayannya pun hanya mengangguk
dan pergi meninggalkan mereka.
“Enak lah, di sana kan ceweknya cantik-cantik. Gak kaya lu, Ni.
Tomboy. Haha.” Cakka cengengesan. Agni melotot ke arah Cakka, “Hehe.. ampun!
Kerjaan bokap gue di Bali dah selesai.” jelas Cakka “Kenapa tanya-tanya? Kangen
yaa sama gue?”
Degg… jantung Agni berdetak. ‘iya Kka, gue kangen. Kangen banget
malah.’ Jawab Agni. Tapi lagi-lagi, itu hanya terucap dalam hatinya.
“Haa?! Ogah deh yaa.” Kata Agni terpaksa membohongi dirinya
sendiri. “Jadi, lo sekolah dimana?” Agni mengalihkan pikirannya tentang Cakka
ke hal yang lain.
“Di SMA Idol.” Kata Cakka lalu menyeruput jus alpokatnya.
“Hoh..” Agni cengo. “Itu sekolahan gue. Kapan berangkat?”
tanyanya.
“Bareng lagi dong. Besok udah berangkat kayanya.”
“Ohh..” Agni membulatkan mulutnya.
Senja datang, siang mulai berlalu. Sepertinya perut mereka udah
membuncit karena hanya minum di café tersebut. Di depan halaman café…
“Udah sore nih. Pulang yuk. Thanks ya udah sempetin waktunya
buat ngobrol bareng gue. Lo emang sahabat paling baik yang gue punya.” kata
Cakka lalu menyunggingkan bibirnya, membentuk senyum manis. “Byee Agni … sampai
ketemu besok yaa..” lanjutnya. Wooosss motor Cakka melesat cepat menyapu debu
jalanan.
“Bye Cakka…” ujar Agni
Cakka adalah ‘sahabat’ Agni di SMP-nya sejak kelas 7. Namun,
setelah pengumuman kelulusan, ayah Cakka mendapat tugas di Bali. Mengharuskan
keluarganya pindah ke sana. Selang 2 tahun kemudian, tugas ayahnya di Bali
selesai. Jadi, mereka pulang kembali ke Jakarta. Dan selama 4 tahun itu pula
Agni memendam perasaannya. Bukan waktu yang sebentar bukan? Tapi kenapa lelaki
itu tak peka?
Sahabat? Hanya sahabat katanya?
Jujur, aku ingin lebih,
Yaa, tapi mungkin hanya sebatas sahabat..
***
Agni tersenyum. Tak sabar ingin bertemu Cakka di sekolah. Baru
beberapa langkah di halaman sekolah, senyum Agni memudar. Ia melihat Cakka
sedang berjalan berdua dengan Shilla. Cewek popular di sekolah. Shilla juga di
SMP sering digosipkan dengan Cakka. Agni, Cakka, dan Shilla dulunya adalah satu
SMP. Jadi mereka saling kenal.
Shilla tipe cewek Cakka yang feminin. Tidak seperti Agni yang
tomboy. Ah dia tidak ada apa-apanya dibandingkan Shilla. Agni berjalan melewati
mereka. Mencoba mengabaikan rasa sesak yang tepat di uluh hatinya. Tepat 3
langkah di depan Cakka dan Shilla. Terdengar getaran suara memanggil namanya.
“Agni!” serunya di balik punggung Agni. Suara yang sangat ia
kenal. Agni menarik nafas, dan berbalik badan. “Apa?” Cakka dan Shilla
menghampirinya.
“Bareng kita yuk. Ternyata kita satu kelas.” Pinta Cakka.
“Hah? Oke lah.” Kata Agni sedikit bermalas-malasan.
***
Cakka sangat mudah bergaul, sehingga ia dapat dengan mudahnya
mendapatkan teman di SMA Idol. Sudah cukup lama Ia di sekolah itu. Tapi, lima
huruf itu masih saja menjadi bahan omongan di sekolahnya.
“Lo tau Cakka, anak baru itu gak?” Tanya seorang cewek.
“Tau lah, cakep ya. Anak basket loh.” Seseorang yang lain
menyahuti.
“Kabarnya dia mo ngegantiin Alvin jadi kapten tim basket sekolah
kita,”
“Oh ya? Aaa Cakka keren!”
“Eh, Cakka anak baru itu lagi deket sama Shilla ya?”
“Iya, beruntung banget dah si Cakka. Padahal gue udah 2 tahun
ngejer Shilla aja ga pernah bisa.”
Blaa.. blaa.. blaa.. semuanya ngomongin Cakka sudah bisa
dibilang ‘EKSIS’. Iya, selain Cakka cakep dan jago main basket, dia juga pandai
dalam pelajaran. Tak heran kaum hawa di SMA Idol, banyak yang mengidolakannya.
Shilla? Yeah. Satu gadis yang sedang dekat dengan Cakka.
Mengagetkan warga sekolah. Apalagi Agni. Bagaimana bisa ia merelakan seseorang
yang ia sayang bersama orang lain? Memang belum jadian, tapi ia yakin itu akan
terjadi. Karena ternyata benar, Cakka menyayangi Shilla, Agni tau dariman? Dari
Cakka sendiri curhat.
Dekat dengan Cakka, mungkin bukan Shilla saja. Tapi, ada Agni.
Kemana-mana bareng. Membuat hati Agni ingin terbang saja. Lalu untuk apa itu
semua?
Cewek bisa apa? Cewek Cuma bisa nunggu!
Tetap nunggu sekalipun itu tidak pasti..
Harapan kosong? Sepertinya, tidak. Hanya aku yang terlalu
berharap
Karena Ia menganggap, ‘Aku sahabatnya’
***
“Gue sayang Shilla.” Desis Cakka pelan.
“Tembak.” Kata Agni lebih pelan lagi.
‘Apa yang barusan gue omongin? Gue nyuruh Cakka nembak Shilla?
Duh bego banget gue! Kok bisa ngomong gitu sih!’ perang batin yang ada dalam
diri Agni.
“Aduh, Agni. Kalo ditolak gimana?” gerutu Cakka. Agni diam. Tak
ada jawaban di sana. “Agni..” panggil Cakka, masih tidak ada jawaban di sana.
“Agni!” seru Cakka, kali ini lebih keras.
“Hah?” Agni hanya cengo, pikiranya melayang tentu saja dia tidak
mendengarkan Cakka yang ‘segera’ menyatakan cintanya pada Shilla. bukan tidak
mendengar, hanya sedang berusaha ‘menulikan’ telinganya.
“Gue duluan ya Kka, good job buat Shilla!” Kata Agni sambil
menonjok pelan lengan Cakka. Lalu pergi meninggalkan Cakka dengan langkah yang
tertatih-tatih.
***
Dan kenyataan pahit itu pun benar datang,
yang terpaksa harus Ia telan.
Drrtt… handphone Agni bergetar pelan.
From : Cakka
AGNI, GW DI TRIMA SHILLA! YIPI, THX SOB!”
Hah? Apa? Tuh cowok beneran nembak? Sekarang, jadian? Agni
tersenyum masam. Agni mengetik beberapa kata.
‘Serius? Aaaa… congrats ya! Traktiran dong. Longlast!’
Entah kenapa, jari-jari Agni sulit untuk menekan ‘Send’ Akhirnya
dihapusnya kata ‘longlast’ lalu ia memejamkan mata, dan menekan send. Butiran
air mata pun mulai turun dari pelupuk matanya. ‘Ini-tidak-akan-apa-apa. Sok
tegar banget sih gue!’ batinnya. Agni pun tersenyum miris.
***
Sudah tiga bulan hubungan Cakka dengan Shilla. Begitu pula surat
beramplop biru yang hampir setiap hari Cakka terima. Tanpa nama pengirim. Surat
itu juga memakai ketikan computer, jadi Cakka sama sekali tak bisa menebak si
pengirim.
Cakka menghempaskan tubuh ke kasur. Seperti biasanya ia
mendapatkan sepucuk surat berampolp warna biru entah sudah keberapa kalinya,
tak terhitung, tertumpuk di lacinya. Di bukanya surat itu dan membacanya.
Ini kisah bumi - bulan – matahari - bintang..
Bumi sama matahari memang jauh ya?
Tak sedekat bulan dan bumi, Ya, udah ada bulan di sana..
Bumi selalu menemani bulan yang mengitarinya..
Apa lagi ini? Isinya sok puitis! Siapa sih pengirimnya? Cakka
mulai kesal dengan puluhan surat ‘sejenis’ seperti itu. Segeranya ia menaruh
surat itu di lacinya.
Jujur, selama surat-surat yang Cakka dapati, ia sama sekali
tidak mengerti setiap kalimat yang ada dalam surat itu, apalagi tentang
bumi-bulan-matahari-bintang itu.
***
“Agni, akhir-akhir ini kok kayanya Shilla berubah gitu ya sama
gue?” Tanya Cakka memulai curhatnya saat jam istirahat di kantin.
“Lagi bulanan kali.” Jawab Agni cuek.
“Walaupun gue cowok, gue tau bulanan tuh cuma seminggu. Nah ini?
Lebih.” Jelas Cakka. “Sekarang gue jarang sama Shilla. Ya termasuk ini, perpus
selalu jadi alasannya.” Lanjutnya lagi, lalu menyeruput jus alpokat yang ada di
depannya.
“Ya mana gue tau.” Agni berusaha tidak peduli. Ia memang paling
enggan kalau Cakka membahas tentang Shilla. Bikin nyesek.
“Kok jutek sih sama gue. Ntar sore jalan yuk beli bola basket.”
Ajak Cakka. Kan mereka sama-sama kapten tim basket. Cakka basket putra, Agni
basket putri. Dasar anak basket!
“Hayookk!” kata Agni semangat. Iyalah semangat, siapa juga yang
gak mau jalan sama Cakka. Apalagi dia ‘pujaan hati’-nya.
Cakka dan Agni memang sedekat Cakka dan Shilla. Hanya saja beda
status. Shilla pacarnya. Sedangkan Agni sahabatnya. Tapi Shilla menganggap
kedekatan Cakka dan Agni wajar kok. Jadi tidak ada rasa cemburu yang hinggap di
hatinya. Justru Agni yang merasa cemburu.
***
Cakka masuk ke kamarnya. Mengedarkan pandangannya. Matanya
terhenti saat melihat amplop biru itu. Mengambil, lalu membacanya.
Ini kisah bumi – bulan – matahari – bintang..
Bulan bego banget ya? Bumi selalu ada di dekat bulan,
Tapi kenapa bulan gak pernah sadar itu?
Tapi tenang, masih ada matahari, Yang akan menyinari bumi,
Meskipun hanya di pagi hari :’)
Lagi-lagi ia tidak mengerti dengan benda-benda langit yang ada
disebutkan dalam isi surat itu.
***
“Hallo Agni? Dah siap lo? Jadikan beli bola basketnya? Belum?
Sial lo. Cepet sana mandi! Sekarang! 10 menit lagi gue ke sana dan lo kudu
siap!”
Tut. Tut. Tut. Cakka memutuskan via telponnya dengan Agni.
Cakka melajukan motornya ke rumah Agni. Tak peduli lah, nantinya
Agni sudah siap atau belum.
Di depan rumah Agni..
“Yuk Agni.” Ajak Cakka.
“Hah iya bentar.” Kata Agni lalu menutup pintu rumahnya,
mengikat rambut pendeknya lalu segera menaiki motor Cakka. “Siap bos. Leggo!”
teriak Agni norak.
“Eh udah bilang Shilla mau jalan bareng gue? Ntar marah lagi
kalo lo jalan sama gue?” sindir Agni.
“Udah. Tenang aja. Ih elo kaya gak biasanya aja. Shilla kan udah
tau lagi, lo sahabat gue.” Jelas Cakka.
Sahabat? Sahabat lagi katanya.
Bagaimana jika sahabat jadi cinta?
Why not? Who knows?
Namanya juga di mall, niatnya membeli bola basket malah mampir
ke toko CD/DVD, ke toko Shillar, hanya dilihat. Sama sekali tidak ada niat
untuk membelinya. Ah dasar anak muda jaman sekarang. Tapi, ke mall akan lebih
nikmat kalau nge-game. Begitupun Cakka dan Agni, mereka menyempatkan waktunya
buat nge-game.
“Kka, beli koin dong!” rengek Agni setengah maksa.
“Iya bentar.” Kata Cakka. Ia mengambil dompet. Dan segera
melakukan transaksi koin.
Sambil menunggu Cakka membeli koin. Agni mengedarkan
pandangannya se-isi mall. Dilihatnya dua makhluk yang ia kenal. ‘Loh, itu kan..
Shilla? Sama Alvin? Mesra banget. Si Shilla nggandeng tangan Alvin. Pacaran?
Dan mereka sedang menuju tempat game ini?’ Batin Agni.
Cakka pun datang membawa beberapa koin untuk memulai permainan.
“Basket yuk.” Tawar Cakka.
“Aduh… Kka… pulang yuk.” Pinta Agni.
“HAH?” Cakka terbelalak. “Gila lo, gue juga barusan beli koin.”
Lanjutnya.
“Gu, gu.. gue.. pingin, pingin boker!” kata Agni asal.
“Ya tinggal di toilet mall aja.” Kata Cakka dengan entengnya.
“Gak bisa, gue gak biasa.” Kata Agni. “Ah, udah yuk! Gak usah
bawel!” kata Agni menarik tangan Cakka untuk segera ke tempat parker sebelum
‘mereka’ datang.
Agni bohong kalau ia ingin buang air besar. Hanya ada satu
alasan. Yaitu supaya Cakka tak melihat Alvin dan Shilla tadi. Bukannya
seharusnya Agni membiarkannya Cakka melihat mereka sehingga hubungannya putus
dan Cakka bersama Agni seperti yang ia mau? Tidak. Agni tak ingin Cakka mengalami
penyakit cinta seperti dirinya.
Sepulang dari mall, Cakka langsung merebahkan badannya di kasur.
Lelah sekali seharian ini. Diliriknya surat beramplop biru itu. Masih di sana
rupanya. Ia bangun dan berniat menaruhnya ke dalam laci. Kleekk… suara laci pun
berdecit. Cakka melihat surat yang mungkin jumlahnya sudah puluhan. Niatan yang
tadinya hanya untuk menaruh surat ke dalam laci. Entah kenapa ia ingin
membacanya.
Dibacanya surat itu satu per satu. Entah kenapa saat ia membaca,
perasaan jenuh mendapatkan surat-surat itu sebelumnya, h-i-l-a-n-g. Dan justru
ia sangat menyukainya. Kalimat Ini kisah bumi – bulan – matahari – bintang..
yang menjadi ciri khas surat itu dan selalu berada dibaris paling atas. Membuat
hatinya bergetar. Cakka hanya tersenyum senang saat selesai membaca surat-surat
itu dan meletakannya kembali surat-surat tersebut.
***
Aku ingin selalu membuatnya tersenyum,
Meski keadaan tak akan pernah mengubahnya..
“Shill, kantin yuk.” Pinta Cakka saat bel istirahat berdering.
“Gu.. guee masih ada urusan di perpus nih, Kka.” ujar Shilla.
“Lagi-lagi perpus, gue ikut kalo gitu.” Cakka menyambar ucapan
Shilla tadi.
“Gak perlu. Gue mo ngembaliin buku sama baca-baca di sana. Lama
deh.”
“Pacar lo itu gue atau buku sih?” Tanya Cakka entah bercanda
atau serius.
“Lo lah!” sahut Shilla cepat. “Gini aja deh. Ntar malam kita
jalan. Oke?” kata Shilla tersenyum lalu segera meninggalkan Cakka sebelum Ia
ditanya macam-macam.
Agni menyaksikan kejadian itu. Tak tega melihat sang ‘pujaan
hati’-nya itu.
“Sabar Kka. Lo ke kantin bareng gue deh.” Kata Agni sambil
menepuk bahu Cakka. Ia hanya diam, tapi entah kenapa tepukan Agni terasa begitu
hangat di bahunya. Ia melirik Agni sebentar, tapi tetap diam. Agni yang serasa
ngomong sama tembok tanpa menunggu jawaban dari Cakka langsung saja membawanya
ke kantin.
“Kka, ngomong dong. Mau minum apa? Jus alpokat? Gue traktir
deh!” Agni nyerocos berusaha membuat Cakka tersenyum.
“Seraahh.” Kata Cakka ketus. Agni pun memesan pesanannya.
Diam. Hening. Sunyi.
“Gue salah apa sih?” Cakka mulai membuka mulutnya tapi tetap
dingin.
“Sabar Kka, mungkin dia beneran ada urusan di sana.” Agni
berusaha menenangkan. Cakka diam –lagi-.
Pesanan mereka sudah siap. Agni pun mengambilnya. Ia pun duduk
lagi di hadapan Cakka. Tempat strategis untuk menatap dua bola mata indah dan
wajah rupawan milik Cakka. Diseruputnya jus sirsak. Ah, bosen sama rasanya.
Pikir Agni. Ia melirik jus alpokat milik Cakka. Lalu beralih ke arah Cakka.
Melamun. Aman. Agni mengambil jus alpokat milik Cakka. Lalu menyeruputnya. Ah,
enak.
“Heh, itu punya gue!” sahut Cakka tiba-tiba.
“Eh, ketauan ya Kka. Hehe..” Agni nyengir. “Urusan jus alpokat
aja ngomong, huu..” Agni menyoraki Cakka.
“Jus alpokat enak kan?”
“Hah? Gak! Biasa aja!” kata Agni ngelak sambil menyeruput
jus-nya. Eh? Bukan jusnya. Masih jus Cakka.
“Biasa aja juga lo seruput terus.”
Agni melirik jusnya baru sadar, jus yang ia minum punya Cakka.
“Eh, iya. Hehe. Nih deh, buat lo!” kata Agni dengan polosnya menyodorkan gelas
berisi jus alpokat yang isinya tinggal setengah.
“Eh enak aja! Ni kan bekas lo! Tinggal dikit pula. Ogah gue. Gue
jus sirsak aja deh! Wlee..” kata Cakka menjulurkan lidahnya. Agni memandang
lucu wajah Cakka. Andai saja dia miliknya. “Monyet lu. Agni. Haha.” Ledeknya.
Cakka tertawa? Setelah kerapuhannya tadi? Oh, senangnya.
“BEBEK LO!”
“MONYET!”
“BEBEK!”
“HAHAHA” tertawa bersama pada akhirnya. Agni ingin Cakka selalu
tersenyum. Karena dari senyumnya, Ia dapat tersenyum.
***
Malam pun tiba. Saatnya Cakka untuk ke rumah Shilla untuk
menjemputnya. Sesuai janjian tadi yang mengajaknya jalan. Cakka menekan bel
rumah Shilla. Tak lama setelah itu. Shilla keluar mengenakan dress biru. Anggun
sekali.
“Kita kemana?” Tanya Shilla.
‘Aduh, nih orang perasaan yang ngajak gue jalan deh.’ Batin
Cakka.
“Ikut gue aja deh.” Jawab Cakka. Padahal Ia sendiri tak tahu
harus dibawa kemana kekasihnya ini, otaknya berputar, AHA! Dia tahu harus
membawanya kemana. “Naik deh.” Kata Cakka. Shilla pun menurut.
Motor Cakka melaju pesat memecah kesunyian malam. Berkejaran
dengan angin malam ke suatu tempat. Yang cukup, romantis? Seperti taman, tapi
bukan taman. Jalan tempat ini dibuat seperti jembatan yang terbagi dua. Salah
satu jalan itu sebagai ke arah utara. Dan jalan satunya lagi dari arah
berlawanan. Sebagai pembatas jalan jembatan tumbuh beberapa jenis bunga. Di
bawah jembatan itu ada sungai. Mereka duduk di tengah pembatas jembatan yang
membagi dua itu. Bisa dibilang, duduk di tengah jalan raya.
“Kka. Keren!” Shilla takjub baru menyadari ada tempat sekeren
ini di Jakarta.
“Ya, memang.” Kata Cakka singkat. Entah kenapa perasaan pada
Shilla ‘sedikit’ berubah. Karena, Shilla duluan yang memulai perubahan dalam
hubungan mereka.
Hening.
“Jadi mau lo apa?” Tanya Cakka.
“Maksud lo?” Shilla malah balik tanya karena tak mengerti.
“Udahlah. Gak usah basa-basi. Kalo lo udah bosen sama gue,
bilang!” tukas Cakka. Ia menarik nafas. Berharap yang Ia ucapkan tidak salah.
“Shill, mending kita put…” belum sempat Cakka menyelesaikan ucapannya.
Tiba-tiba Shilla memeluknya. “Jangan Kka, gue sayang lo!” kata Shilla setengah
berbisik. Cakka tercekat. “Jangan tinggalin gue, maaf.” Butiran air pun mulai
turun dari matanya.
Cakka diam tak berkutik. Apa yang harus ia lakukan? Mana tega,
ia memutuskan hubungannya kalau keadaannya begini, Shilla menangis di
pelukannya. Ia membelai rambut Shilla. Dilepasnya pelukannya. Dan berdesis
pelan. “Gak, gue gak ninggalin lo.” Ia pun mengelap pipi Shilla yang basah
karena air mata.
***
Sepulang dari jembatan, Cakka tiduran di kasurnya. Merenungkan
kejadian demi kejadian yang dialaminya hari ini.
Agni? Kenapa dia? Kenapa dia yang terus berusaha membuat gue
tersenyum disaat gue terpuruk. Kenapa dia yang berhasil buat gue senyum? Apa
perasaan gue ke dia? Sahabat? Atau lebih? Kenapa dia yang selalu ada buat gue
dan bukan Shilla?
Shilla? Kenapa tiba-tiba saja gue ingin mengakhirkan hubungan
gue sama dia? Dan kenapa tiba-tiba juga gue dengan mudahnya membatalkan itu?
Cakka melirik ke samping kasurnya. Surat itu, belum dibaca
rupanya. Dengan semangat Cakka bangun mengambilnya dan membaca.
Ini kisah bumi – bulan – matahari – bintang..
Mungkin matahari hanya dapat menyinari bumi di siang hari,
Tapi bagaimana dengan bintang?
Bintang memang tidak seterang cahaya matahari, Tapi Bintang
mampu menghiasi malam hari. Matahari dan Bulan memang muncul di beda waktu,
Tapi mereka selalu untuk Bumi. Tunggu..
Kreatif sekali membuat Cakka penasaran. Apalagi dengan kata
‘Tunggu’ sepertinya itu memang dibuatnya penasaran untuk menunggu
kelanjutannya. Cakka tersenyum, lalu menaruhnya ke dalam laci tersebut. Apa
ini? Hatinya terbagi 3? Agni – Shilla - Dan surat? Ah, entahlah. Cakka
memjamkan matanya. Berharap saat ia bangun, dapat menemukan jawaban dari
berjuta pertanyaan.
***
Lagi-lagi Shilla tidak mau diajak Cakka ke kantin. Kenapa lagi
dia? Semalam baru saja nangis dipeukannya. Tapi sekarang? Dia mengulanginya.
Tanpa sepengetetahuan siapapun –termasuk Agni-, ia membuntuti Shilla ke
perpustakaan sekolah. Dilihatnya Shilla dengan Sivia sedang berbincang-bincang.
Ia berusaha menangkap getaran-getaran suara dari mulut mereka.
“Eh, tau gak Vi, gue semalem pergi sama Cakka ke tempat yang
indah banget!”
“Oh ya? Dimana tuh?” Sivia penasaran.
“Deket Mie Ayam Dua Hati. Gue sering ke mie ayam sana, tapi gue
baru tau ada tempat sebagus itu di sekitaran sana.”
“Trus ke sana lo ngapain?”
“Cakka di sana minta putus.” Kata Shilla dengan nada cuek.
“Serius lo? Terus? Sekarang, lo putus sama Cakka gitu?” Sivia
tak percaya.
“Ya gak dong,. Lo kaya gak tau gue aja deh, gue kan jago
acting.” Kata Shilla tanpa merasa bersalah.
“Maksud lo?”
“Iya, gue acting gitu. Nangis di pelukan Cakka, dan.. gue gak
jadi putus. Haha.”
“Ih gila, jahat banget lo! Tapi cara lo bagus juga sih. Trus
Alvin gimana?”
“Masih sama gue dong. Lo kan tau, gue sayangnya sama Alvin.
Cakka gue pacarin karena cakep, tajir dan tenar doang.”
CUKUP. Cukup Cakka mendengar pembicaraan mereka. Ia mendengus
kesal. Namun dirasakannya tepukan yang menghangatkan bahunya –lagi-. Tepukan
itu mampu meredamkan emosinya. Ia berbalik badan. “Agni?” desis Cakka pelan.
“Boy, kantin yuk!” ajak Agni yang sebenarnya sedang berusaha
mendinginkan Cakka yang memanas. Karena bukan hanya ada Cakka saja yang
memperhatikan Shilla dan Sivia. Tapi ada Agni. Cakka menghela nafas seolah Ia
tahu, keberadaan Agni di sampingnya untuk menghibur. Cakka tersenyum lalu
berkata dengan mantap “Yok!”
“Nah gitu dong.” Kata Agni.
“Eh, tapi bentar. Lo tunggu sini.” Perintah Cakka.
Tak dinyana, Cakka menghampiri Shilla dan Sivia, dan.. Alvin?
Tak apalah. Tak masalah bagi Cakka. Agni kaget saat Cakka menghampiri mereka.
Takut akan berkelahi.
Cakka mendekatkan wajahnya pada Shilla dan berbisik tepat di
telinga dengan pelan, “Kita putus. Gue denger semuanya.” Lalu Cakka tersenyum
pada Shilla yang hanya menunduk, tercekat. Cakka beralih pandang pada Alvin dan
setengah teriak “Longlast ya Bro! jaga Shilla.” Sambil mengacungkan jempol.
Cakka pun meninggalkan mereka. Di hampirinya Agni yang menunggunya
di depan pintu perpus dengan wajah khawtir.
“Kenapa lo? Kok pucet gitu? Tenang, gue gak punya keturunan
preman kok.” Canda Cakka. “Gue P-U-T-U-S” lanjutnya lalu meninggalkan Agni yang
masih mematung tak percaya di depan pintu dan terseyum sejenak.
***
Cakka merenungi malamya. Melamun. Benarkah hubungannya dengan
Shilla sudah berakhir? Ada sakit yang Ia rasa? Putusnya tidak. Tapi apa sepicik
itukah dia untuk memanfaatkan dirinya? Entahlah.
Tepukan hangat itu masih Cakka rasakan. Tepukan di bahunya yang
mampu meredamkan emosinya. Ya, tepukan Agni. Cakka teringat surat beramplop
biru. Dan Sudah Ia dapatkan. Cakka mulai membaca.
Ini kisah bumi – bulan – matahari – bintang..
Tunggu..
Bintang adalah benda langit yang mampu memancarkan cahayanya
sendiri..
Bukankah Matahari begitu? Ya, Matahari adalah Bintang..
Mereka sama, selalu menyinari dan menghiasi Buminya..
Meskipun datang pada waktu yang berbeda, Aku bintangmu, Yang ada
untukmu.. kapanpun..
Temui aku di … (menyebutkan nama tempat)
Besok malam pukul 7.00 Bintang ingin mengatakan sesuatu,
Datang. Aku bintangmu..
Cakka terkejut. Surat itu ditulis dengan tangan. Dan sepertinya
ia mengenal tulisan itu. Tapi siapa? Dan, tempatnya? Tempat itu adalah tempat
saat ia ‘hampir’ putus dengan Shilla. Ya, jalan jembatan itu. Apa dia Shilla?
Tapi tulisan itu bukan tulisan Shilla. Ah, kalau benar Shilla. Apa yang harus
Ia lakukan? Entahlah. Lihat saja nanti.
***
Sepanjang hari ini Cakka terus saja melamun. Berpikir keras.
Memikirkan dalang dibalik surat beramplop biru itu. Hingga malam pun tiba. Ia
tak sabar. Siapa bintangnya? Cakka mengendarai motornya untuk ke jalan jembatan
itu. Ia sampai di tempat itu. Berdiri di sisi jembatan. Menatap sungai yang ada
di bawahnya.
Aku di sini untukmu, dan aku kan jadi bintangmu..
Yang pancarkan cahaya, terangi jiwa hatimu..
Aku lah yang terbaik untukmu..
(Brosis – Aku Untukmu)
Seseorang menyanyikan lagu sambil memetik gitar. Cakka sangat
mengenal suara itu sontak membuatnya otomatis membalikkan tubuhnya.
“Star? Yeah, it’s me.” Kata seseorang itu. Ia lalu tersenyum
pada Cakka.
“Agni?” Cakka tak percaya. Agni pun mengangguk pelan. Cakka
memutar otaknya, yaa.. sekarang Ia mengerti tentang surat itu. Cakka bumi, Agni
bintang, dan Shilla bulan.
Agni menghampiri Cakka. Berdiri di sisi jembatan, di samping
Cakka. “Bintang cuma mo ngomong, kalo bintang say..”
“Bumi sayang Bintang!” Cakka memotong ucapan Agni. Sepertinya ia
tak mau kalau cewek duluan yang bicara. Lagipula ia tak sedang membohongi
perasaannya. Ia benar sayang pada Agni. “Mau ya, jadi putri gue?” lanjutnya.
“Nama gue emang Agni Putriana, tapi jangan panggil gue Putri!
Terlalu feminine. Gue gak suka, panggil aja Agni, haha.” Kata Agni sok polos.
“Terus apa? Mau gak lo jadi PACAR gue?” kata Cakka menekankan
kata ‘pacar’. Pipi Agni merona, lalu ia mengangguk pelan. “Serius? Waa… makasih
Agni!” Cakka terlalu senang, sehingga ia spontan memeluk Agni. “Maaf.” Desis
Cakka.
“Gak apa-apa.” Ujar Agni pelan.
“Eh, surat lo norak! Sok puitis!”
“Ah, gitu-gitu juga lo ternyata suka kan?”
“Kok lo tau?”
“Tiap hari juga lo cerita tentang surat itu ke gue dari enek
sampai seneng. Emang lo gak bisa nebak ya? Gue kan suka sastra,” Cakka
menggeleng. “Lo lupa awal pertemuan kita di toko buku?”
Cakka mengingat hari pertamanya di Jakarta. Ya, saat itu juga
tak sengaja Ia bertemu Agni. Mereka memperebutkan buku sastra. Setelah Cakka
memutar balik otaknya, Ia pun ingat. “Aaaa Agni, gue bego banget ya?”
“Emang!”
“Gini-gini juga pacar lo,. Wlee Eh tau dari mana tempat ini?.”
“Gue kan ngikut nguping Shilla sama Sivia waktu itu. Lagian biar
ngiranya gue itu Shilla. Hahaha.” jelasnya.
“Dan itu sukses. Jahat lo! Eh, malam ini keren banget.
Bintangnya indah!” Cakka kagum. Entah kenapa malam ini jauh lebih indah lebih
dari kunjungan sebelumnya bersama Shilla. Ada kunang-kunang di sini. Bintang?
Sebelumnya juga tak ada
“Bintang? Gue dong!” Agni nyengir.
“Iya, lo bintang gue yang paling indah.” Goda Cakka.
“Gombal. Lo bebek gue yang paling bawel!”
“Lo monyet gue yang paling cantik.”
“Hahaha.” Mereka tertawa bersama pada akhirnya. Cakka merangkul
hangat gadisnya. Gadis yang sangat ia sayangi. Mereka tersenyum dalam indahnya
malam.
Cinta tak harus memiliki. Ah, teori macam apa itu? :P
Everyone need somebody to love, No matter if you’re boy or girl
to say ‘love’
We’re the same... And just one and only star for you...
Get your star, get your love like dream and hope...
Star is love..
--------------------------------------------------------------------------------------------
I hope you enjoy it ..
Please leave a commen here ^^